BAB I
ISI
1.
Definisi
Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.Imunisasi
biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan
penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi
harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
2.
Tujuan imunisasi
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk
mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang
dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio,
difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
3.
Pemberian Imunisasi
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan perawat pada saat pemberian
imunisasi adalah sebagai berikut:
a.
Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut:
b.
Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi
sehat atau sakit
1. Pengalaman
atau reaksi terhadap imunitas imunisasi yang pernah didapat sebelumnya
2. Penyakit
yang dialami masa lalu dan sekarang
c.
Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan
dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu
sebelum menerima imunisasi ( Informed Consent )
d.
Catatan imunisasi yang lalu
e.
Pendidikan kesehatan untuk orang tua, perawat harus
memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum imunisasi diberikan kepada anak,
gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang
pemahaman orang tua berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak melalui
pencegahan penyakit dengan imunisasi supaya dapat memberikan pemahaman yang
tepat
f.
Kontra indikasi pemberian imunisasi, apabila diberikan
kepada anak yang memiliki gangguan kesehatan seperti flu berat atau panas
tinggi, perubahan system imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup,
sedang dalam pemberian obat-obatan yang menekan system imun sperti sitostatika,
tranfusi darah dan immunoglobulin, riwayat alergi terhadap pemberian vaksin.
4.
JENIS KEKEBALAN/ IMUNITAS
Ada dua jenis klasifikasi kekebalan yaitu :
·
Kekebalan
Pasif
Kekebalan pasif terbagi
menjadi dua klasifikasi, yaitu menurut bentuknya dan menurut lokasi dalam
tubuh. Adalah sebagai berikut :
1. Menurut
bentuknya
Terdapat dua kategori
menurut klasifikasi ini, yaitu kekebalan pasif bawaan dan pasif didapat.
a. Kekebalan
pasif adalah pemberian antibody yang berasal dari hewan atau manusia kepada
manusia lain dengan tujuan member perlindungan terhadap penyakit infeksi yang
bersifat sementara karena kadar antibodi akan berkurang setelah beberapa minggu
atau bulan. (DEPKES, 2000). Kekebalan pasif ini terdapat pada neonates sampai
dengan usia enam bulan, yang didapat dari ibu berupa antibody melalui vaskularisasi
dan plasenta, misalnya difteri, tetanus, dan campak.
b. Kekebalan
pasif didapat, didapat dari luar, misalnya gama globulin murni dari darah yang
menderita penyakit tertentu ( misalnya campak, tetanus, gigitan ular berbisa,
rabies ). Umumnya imunisasi ini berupa serum dan pemberian serum ini
menimbulkan efek samping berupa reaksi atopic, anafilaktik dan alergi. Oleh
karena itu perlu dilakukan skin test sebelumnya.
2. Menurut
lokalisasi dalam tubuh
Menurut lokalisasinya,
ada dua jenis imunitas, yaitu humoral dan seluler. Imunitas humoral terdapat dalam
immunoglobulin ( lg ), yaitu lg G, A, dan M. imunitas seluler terdiri dari
fagositosis oleh sel-sel system retikuloendotelial. Pada dasarnya, imunitas
seluler berhubungan dengan kemampuan sel tubuh untuk menolak benda asing dan
dapat ditunjukan dengan adanya alergi kulit terhadap benda asing. Untuk itu penting untuk mengenali adanya
reaksi yang lalu terhadap alergi tertentu. Sehingga perawat dapat bertindak
tepat.
·
Kekebalan
aktif
Kekebalan
aktif dapat terjadi apa bila terjadi setimulus “ system imunitas yang
menghasilkan antibody dan kekebalan seluler dan bertahan lebih lama di banding
kekebalan pasif ( depkes 2000 ). Paparan penyakit terhadap system kekebalan (
selingfosit ) akan beredar dalam darah dan apabila suatu ketika terpapar lagi
pada antigen yang sama, sel limfosit akan memproduksi anti bodi untuk
mengemballikan kekeuatan imunitas terhadap penyakit tersebut. Kekebalan yang
sengaja dibuat dikenal dengan imunisasi dasar (booster ) berupa pemberian
faksin missal (cacar dan folio ) yang kuman nya masih hidup, tetapi sudah
dilemahkan, virus, kolera, tipus, dan pertusis. Vaksin tersebut akan ber
interaksi dengan system kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil
yang di produksi akan sama dengan kekebalan seseorang yang mendapat penyakit
tersebut secara alamiah.
5.
Jenis Imunisasi
Berikut ini 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum usia
setahun. Penyakit-penyakit yang hendak ditangkalnya memiliki angka kesakitan
dan kematian yang tinggi, selain bisa menimbulkan kecacatan antara lain Sbb:
A. IMUNISASI
BCG
Ketahanan
terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle
bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan
aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias
vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).Seperti diketahui, Indonesia termasuk
negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan
salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman
Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun
bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan,
mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare
persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan
tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi
peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak
gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk
mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik
khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama
pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan
sebagian ada yang “tidur”. Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya
tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
a. Jumlah
Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan
vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
b. Usia
Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan
tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan
kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil
tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering
bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
c. Lokasi
Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang
melakukan penyuntikan di paha.
d. Efek
Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar
getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila
penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
e. Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6
minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh
sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara
penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus
karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha,
proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha
umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam
kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB,
infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi
alamiah.
f. Indikasi
Kontra:
Tak dapat
diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.
B. Imunisasi
Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.
Apalagi Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika
menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila
sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan
kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi
sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih
buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan
lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap
hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah
penderita, semisal transfusi darah.
Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi
darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau
peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir
rambut yang digunakan antar anggota keluarga. Malangnya, tak ada gejala khas
yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati kadang
tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.
Tidak cuma itu. Anak juga terlihat sehat, nafsu makannya baik, berat
tubuhnya pun naik dengan bagus pula. Penyakitnya baru ketahuan setelah
dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru tampak begitu hati si penderita tak
mampu lagi mempertahankan metabolisme tubuhnya. Upaya pencegahan adalah langkah
terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB, biasanya
dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus
atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala
sakit apa pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah
masuknya VHB.
a. Jumlah
Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
b. Usia
Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1
bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB,
selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga
diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu
sebelum berusia 24 jam.
c. Lokasi
Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di
paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot
bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi
efektivitas vaksin.
d. Efek
Samping:
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun
reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e. Tanda
Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000,
berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3
tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang.
Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
f. Tingkat Kekebalan:
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari
95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
g.
Indikasi Kontra:
Tak dapat
diberikan pada anak yang menderita sakit berat
C. Imunisasi
Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat
menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular.
Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga
lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya
akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak
semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung
keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Nah,
imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
a. Jumlah
Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi
polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat,
tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!
b. Usia
Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan
pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara
Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat
mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah
OPV.
d. Efek
Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
e. Tingkat
Kekebalan:
Dapat
mencekal hingga 90%.
f. Indikasi
Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan;
HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum;
serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
D. Imunisasi
DTP
Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan
pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai
diimunisasi.
a. Usia
& Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18
bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan
imunisasi TT
b. Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika
demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke
dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa
saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman.
Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam
dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua
tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak
menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar
sumeng.
c. Indikasi
Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu
penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya
boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.
Penyakit DTP yang BERBAHAYA
Penyakit DTP yang BERBAHAYA
·
Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala
berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di
rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang
setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi
kalau belum betul-betul sembuh.
·
Tetanus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko
menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun
luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena tindakan
atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan
kaku di leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot
perut, lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik
untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus
untuk menetralisir toksinnya.
·
Pertusis
Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran
batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah
sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa
inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek,
yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan
kuat, batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak
jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai menungging-nungging,
muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat.
Bahkan beberapa penderita bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu
berlalu, batuk mulai berkurang dan kondisi anak mulai pulih.
Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat
untuk mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan
konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan.
E.
Imunisasi Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita
sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan
terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah
(droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi
yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu
barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan
berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah
dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa
anak juga mengalami diare.
Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar
38-40,5°C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang
merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak
terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti
kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak
merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik,
bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut
hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh
dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh
benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang
sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya
bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga
saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi
komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia)
dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering
menimbulkan kematian pada anak.
a. Usia
& Jumlah Pemberian:
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari
ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia
balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia
12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
b. Efek
Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare,
namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga
terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
6.
ANTIGEN
DAN ANTIBODI /AGLUTINOGEN (Antigen and Antibody)
Antigen merupakan bahan yang dapat
merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan antibodi
a. Macam Antigen:
1.
Imunogen:
bahan yg dpt merangsang respon imun
2.
Hapten:
bahan yg dpt bereaksi dengan antibody
Epitop/Determinan merupakan bagian
dari antigen yg dpt mengenal/ menginduksi pembenntukan antibody
Paratop → bagian dari antibodi yg
dpt mengikat epitop
v MACAM ANTIGEN BERDASARKAN EPITOP
·
Unideterminan,
univalen → jenis epitop satu dan jumlahnya satu
·
Unideterminan,
multivalen → jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu
·
Multideterminan,
univalen → jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu
·
Multideterminan,
multivalen → jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu
v MACAM ANTIGEN BERDASARKAN
SPESIFISITAS
1.
Heteroantigen
→ dimiliki banyak spesies
2.
Xenoantigen
→ dimiliki spesies tertentu
3.
Alloantigen
→ dimiliki satu spesies
4.
Antigen
organ spesifik → dimiliki organ tertentu
5.
Autoantigen
→ berasal dari tubuhnya sendiri
v MACAM ANTIGEN BERDASARKAN
KETERGANTUNGAN PADA SEL T
1.
T
dependen → perlu pengenalan thd sel T dan sel B → untuk merangsang antibodi
2.
T
Independen → dpt merangsang sel B tanpa mengenal sel T dahulu
v MACAM ANTIGEN BERDASARKAN BAHAN
KIMIANYA
1.
Karbohidrat
→ imunogenik
2.
Lipid:
tidak imunogenik → hapten
3.
Asam
nukleat → tidak imunogenik
4.
Protein
→ imunogenik
Antibodi merupakan protein serum
yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh → Imunoglobulin (Ig)
· Ig dibentuk oleh sel plasma
(proliferasi sel B) akibat kontak/dirangsang oleh antigen
· Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig
M, Ig E, Ig D
o
IMUNOGLOBULIN
G
- Terbanyak dalam serum (75%)
- Dapat menembus plasenta → membentuk
imunitas bayi sampai berumur 6-9 bulan
- Mempunyai sifat opsonin →
berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag
- Berperan pada imunitas seluler →
dapat merusak antigen seluler → berinteraksi dengan komplemen, sel K, eosinofil
dan neutrofil
o
IMUNOGLOBULIN
A
- Sedikit dalam serum
- Banyak terdapat dalam → saluran
nafas, cerna, kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu
- Fungsi:
§ Menetralkan toksin dan virus,
§ Mencegah kontak antara toksin/ virus
dng sel sasaran
§ Mengumpalkan/ mengganggu gerak kuman
→ memudahkan fagositosis
o
IMUNOGLOBULIN
M
- Tidak dapat menembus plasenta
- Dibentuk pertama kali oleh tubuh →
akibat rangsangan antigen → sifilis, rubela, toksoplasmosis
- Fungsi:
§ Mencegah gerakan mikroorganisme
antigen → memudahkan fagositosis
§ Aglutinosis kuat terhadap antigen
o
IMUNOGLOBULIN
E
- Jumlah paling sedikit dalam serum
- Mudah diikat oleh sel mastosit,
basofil dan eosinofil
- Kadar tinggi pada kasus: alergi,
infeksi cacing, skistosomiasis, trikinosis
- Proteksi terhadap invasi parasit
seperti cacing
o
IMUNOGLOBULIN
D
- Sedikit ditemukan dalam sirkulasi
- Tidak dapat mengikat komplemen
- Mempunyai aktifitas antibodi
terhadap → makanan dan autoantigen
PENUTUP
a. KESIMPULAN
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
dicapai secara maksimal apabila orang tua melakukan beberapa upaya,seperti
memberi nutrisi yang adekuat,memfasikitasi kegiatan bermain,dan melakukan upaya
pemeliharaan kesehatan.
Imunisasi
adalah upaya yang dikukan dengan sengaja memasukan meberikan kekebalan pada
bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
Beberapa
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah :
TBC, DIFTERI, PERTUSIS, TETANUS, POLIO, CAMPAK, HEPATITIS B
Imunisasi
dasar yang harus di berikan pada anaak adalah:
BCG,DPT,POLIO,CAMPAK,Dan
Hepatitis B
Waktu
yang tepat untuk imunisasi adalah 0-1 bulan,dengan pemberian BCG1 kali pada
usia 0-6 bulan,DPT 3 kali usia 2-11 bualn,polio 4 kali padausia 0-11 bulan
,campak 1 kali pda usia 9-11 bulan,dan hepatitis B 3 kali pada usia 0-11 bulan
DAFTAR
PUSTAKA
- Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry
- Colby, 1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta, EGC
- Wirahadikusumah, 1985, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid, Bandung, ITB
- Harjasasmita, 1996, Ikhtisar Biokimia Dasar B, Jakarta, FKUI
- Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta
- Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar