BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Intususepsi adalah masuknya segmen usus
proksimal (ke arah oral) ke rongga lumen usus yang lebih distal (ke arah anal)
sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Invaginasi
atau intususepsi merupakan hal yang sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus. Tujuh puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup. Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang terjadinya invaginasi usus halus. Tujuh puluh persen bahkan lebih terjadi pada penderita berumur di bawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Intususepsi terjadi pada 1-4 bayi dari 1000 bayi kelahiran hidup. Intususepsi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Invaginasi pada anak dan bayi sering
memberikan gejala-gejala klinik klasik berupa nyeri perut yang bersifat
serangan (kolik), keluarnya lendir dan darah peranum (currant jelly stool)
tanpa faeces dan pada palpasi perut teraba massa tumor seperti pisang (sausage
shape mass).
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi
pada anak dan bayi, selain gejala klinik diperlukan pemeriksaan radiologi. Pada
pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema selain bertujuan
diagnostik juga dapat berperan sebagai terapi. Pada invaginasi anak dan bayi,
bila belum terlambat (belum ada dehidrasi, peritonitis, distensi abdomen yang
berlebihan), dapat. dilakukan reposisi dengan tekanan hidrostatik barium enema.
Bilamana reposisi dengan barium enema tidak berhasil atau dijumpai gejala
invaginasi lebih dari 48 jam, peritonitis, distensi abdomen yang berlebihan,
invaginasi rekuren, maka tindakan yang diambil adalah reposisi operatif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
1.
Intususepsi
atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus
berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi
sebaliknya. ( Arifin, 2007 )
2.
Intususepsi
atau invaginasi adalah bagian usus masuk ke dalam usus di bagian belakangnya,
terjadi jepitan usus, menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran
darah yang melalui bagian usus yang mengalmi intususepsi. ( Hanifah, 2007 )
3.
Intususepsi
terjadi bila salah satu bagian usus masuk kebagian usus lain yang mengakibatkan
obstruksi di bagian atas defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)
4.
Melipatnya
bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain alat itu. (Kamus kedokteran Edisi
Revisi, 2002)
5.
Invaginasi
adalah keadaan masuknya segmen
usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi
usus. ( Mansjoer, 2000 )
6.
Invaginasi
terjadi bila segmen usus masuk ke bagian distal. ( staff pengajar ilmu kesehatan
anak FKUI, 2000 )
7.
Intususepsi
adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk ke bagian segmen
usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.
(Markum, 1999)
B.
ETIOLOGI
Penyebab dari invaginasi belum diketahui secara pasti. Tapi banyak yang menyebutkan terkait dengan hal
berikut ini:
1. Pembesaran limfoid usus ( peyer patches ),
akibat peningkatan paparan terhadap antigen baru.
2. Cacat lahir.
3. Massa yang keras dari isi usus ( mekonium
).
4. Usus yang melintir ( volvulus ).
5. Divertikel kelenjar Meckel ( suatu duktus
yang timbul dari ileum yang menutup pada ujung tali pusat tetapi tetap terbuka
pada ujung usus ).
6. Infeksi saluran napas atas, karena umumnya
intususepsi terjadi pada musim dingin atau hujan ketika banyak terjadi infeksi
saluran napas atas.
7. Infeksi saluran cerna ( diare ), karena
pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus
bersama-sama invaginasi.
8. Pada umur 2 tahun ke atas, biasanya
disebabkan polip usus, hemangioma dan limfosarkoma.
Pada orang dewasa, penyumbatan
usus dua belas jari mungkin disebabkan oleh :
1. Kanker pankreas.
2. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan
terdahulu atau penyakit Crohn.
3. Perlekatan, dimana pita fibrosis dari
jaringan ikat menjepit usus.
4. Penonjolan bagian usus melalui lubang yang
abnormal ( hernia ), dan usus menjadi terjepit di dalamnya.
5. Batu empedu.
6. Massa makanan yang tidak tercena.
7. Sekumpulan cacing.
Pada usus besar, penyebab
penyumbatannya adalah : Kanker, Usus yang melintir, Tinja yang kera
C.
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan
intususepsi adalah ileo-kolik dan jarang suatu intususepsi apendiks membentuk
puncak dari lesi tersebut. Bagian intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di
bawahnya, intususipiens sambil menarik mesenterium bersamanya ke dalam usus pembungkusnya.
Pada mulanya terdapat suatu kontriksi mesenterium sehingga menghalangi aliran
darah balik. Penyumbatan intususeptum terjadi akibat edema dan perdarahan
mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang mengandung lendir. Puncak dari
intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum, desendens dan sigmoid
bahkan ke anus pada kasus-kasu yang terlantar. Setelah suatu intususepsi
idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang membentuk puncaknya tampak edema
dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang
menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak
menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat
mengakibatkan gangren usus dan syok.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala yang dapat timbul adalah :
1. Nyeri kolik hebat yang timbul mendadak,
hilang timbul, serangan tiap 15-30 menit dan lamanya 1-2 menit.
2. Anak merasa tersiksa, gelisah dan menangis
keras.
3. Anak menjadi rewel, letargi intermiten
atau progresif.
4. Dehidrasi, nyeri tekan dan distensi
abdomen ( penyakit lanjut ).
5. Kembung, perut berbentuk scaphoid.
6. Muntah, kadang ada cairan empedu.
7. Pucat, lemas, berkeringat dan lesu.
8. Nadi lemah dan cepat.
9. Pernafasan dangkal dan cepat.
10. Kentut jarang atau tidak ada.
11. Diare, karena penyumbatan sebagian (
sedikit ).
12. Sembelit, karena penyumbatan total.
13. Palpasi abdomen teraba massa berbentuk
sosis.
14. Anoreksia, penurunan berat badan ( bila
lebih lanjut ).
15. Demam, terutama bila usus mengalami
perforasi.
16.
Bila defekasi bercampur darah dan lendir ( curant jelly
stool ).
17.
Kemudian berangsur-angsur defekasi bercampur jaringan
nekrosis ( terry stool ).
E.
KOMPLIKASI
Bila intususepsi tidak segera
ditangani, maka dapat terjadi komplikasi seperti :
1.
Perforasi
usus
Apabila kondisi usus semakin memburuk dari obstruksi usus
sampai nekrosis jaringan segmen usus. Awalnya aliran darah yang melewati usus
mengalmi penurunan sehingga menyebabkan adanya pembengkakan dan peradangan.
Pembengkakan dapat menyebabkan perforasi.
2.
Syok
Sebagai akibat dari kemajuan penyakit dengan gejala yang
meliputi kelesuan, denyut jantung cepat, denyut nadi lemah, tekanan darah
rendah, dan nafas cepat.
F.
PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan dan
managemen perawatan :
1.
Tekanan
hidrostatik barium enema.
Penurunan intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan
salin, udara atau barium ke dalam kolon yang hasilnya dilihat dengan X-ray. Mula-mula tampak bayangan
barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan
hidrostatik sebesar ¾ meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan
dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis. Seiring dengan
pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh
sisa-sisa barium sepanjang bekas invaginasi. Tindakan ini boleh dilakukan bila
belum ada dehidrasi, peritonitis, distensi abdomen yang berlebih, invaginasi
lebih dari 48 jam dan invaginasi rekuren. Bila barium enema tidak berhasil dan
dijumpai tanda di atas, maka diperlukan reposisi operatif.
2.
Reduksi
bedah:
a)
Perawatan
pra bedah : Rutin, Tuba nasogastrik, Koreksi dehidrasi
b)
Reduksi
intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin
hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c)
Plasma
intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d)
Jika
intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis
primer.
3.
Penatalaksanaan
pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotik
f. Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase
penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung
dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
h. Perawatan luka dan drain.
4.
Perawatan
rutin
a. Pemberian makanan harus diberikan kembali
sesegera mungkin, yaitu jika muntah hilang dan aktivitas peristaltik memuaskan
b. Mandi dan penanganan.
5.
Dukungan
bagi orang tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status
umum dari anak dan tindakan pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus
dijelaskan secara lengkap dan diberikan keyakinan. Sekali kondisi umum anak
mengalami perbaikan, orangtua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.
6.
Persiapan
untuk pulang ke rumah.
Bila reduksi intususepsi berhasil dan luka sembuh, anak
dapat pulang ke rumah. Harus ada masa tindak lanjut jika kasus intususepsi
mengalami keadaan rekuren.
G.
PENGKAJIAN
1. Lakukan pengkajian fisik secara rutin.
2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga
tentang gejala
3. Observasi pola defekasi dan perilaku
praoperasi dan pasca operasi
4. Observasi perilaku anak
5. Observasi adanya manifestai intususepsi :
a) Nyeri abdomen akut tiba-tiba
· Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
· Anak tampak normal dan nyaman selama
interval di antara episode nyeri
· Muntah
· Letargi
· Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses
bercampur darah dan mucus )
· Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
·
Nyeri
tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
· Massa berbentuk sosis yang dapat diraba
dikuadran kanan atas
· Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
· Demam, prostasi dan tanda-tanda lain
peritonitis
6. observasi adanya manifestasi intususepsi
yang lebih kronis :
1. diare
2. anoreksia
3. penurunan berat badan
4. muntah (kadang-kadang )
5. nyeri periodik
6. nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang
lebih besar )
H.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Ø Pre Operasi
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan proses penyakit.
2.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3.
Hipertermia
berhubungan dengan proses inflamasi
4.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam
memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6.
Resiko
konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7.
Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8.
Keterlambatan
tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9.
Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10.
Konflik pengambilan keputusan
berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.
Ø Post operasi
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan prosedur invasif.
2.
Resiko
infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3.
Koping
tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis
situasional.
4.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
5.
Cemas
berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
I.
INTERVENSI
Ø Pre
Operasi
Dx 1 :
Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Tingkat nyeri
Tujuan
:
Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang
dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a.
Anak
tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b.
Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Skala
: 1. Ekstream 4. Ringan
2.
Berat 5. Tidak ada keluhan
3.
Sedang
NIC : Menejemen nyeri
Intervensi :
1.
Berikan
pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
2.
Berikan analgesia sesuai ketentuan
3.
Cegah adanya gerakan yang mengejutkan
seperti membentur tempat tidur
4.
Cegah peningkatan TIK
5.
Kompreskan air hangat pada dahi
Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
NOC : Sleep
Tujuan :
Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a.
Jam
tidur
b.
Pola
tidur
c.
Kualitas
tidur
d.
Tidur
tidak terganggu
e.
Kebiasaan
tidur
Skala
: 1. Ekstream 4. Ringan
2.
Berat 5. Tidak ada keluhan
3.
Sedang
NIC :
Sleep Enhancement
Intervensi :
1.
Kaji
pola tidur pasien.
2.
Kaji
pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
3.
Seiakan barang-barang milik pasien yang
dapat mendukung pasien untuk tidur (guling, boneka, dll).
4.
Ajarkan teknik relaksasi.
5.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Dx 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
NOC : Thermoregulation
Tujuan
:
Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan.
Suhu badan pasien normal 36-37ºC.
Kriteria hasil :
a.
Suhu
tubuh dalam rentang normal
b.
Nadi
dan RR dalam rentang normal
c.
Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala :
1. Ekstream 4. Ringan
2.
Berat 5. Tidak ada
3.
Sedang
NIC : Temperature
regulation
Intervensi :
1.
Monitor
suhu minimal tiap 2 jam sekali.
2.
Monitor
TD, N, RR.
3.
Monitor
warna dan suhu kulit.
4.
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
5.
Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah
keletihan akibat panas.
Dx 4 : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan,
mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
NOC : Fluid
balance
Tujuan :
Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.
Adanya
peningkatan BB sesuai tujuan
b.
BB
ideal sesuai tinggi badan
c.
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d.
Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala : 1.
Tidak pernah dilakukan 4. Sering dilakukan
2.
Jarang dilakukan 5.
Selalu dilakukan
3.
Kadang-kadang dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1.
Berikan makanan yang terpilih
2.
Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
3.
Berikan makanan sedikit tapi sering
4.
Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
5.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Dx 5 : Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri
NOC : Mobility level
Tujuan
: Diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas.
Kriteria
hasil :
a.
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b.
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c.
Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
d.
Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
e.
Pergerakan tulang
f.
Keseimbangan posisi tubuh
Skala : 1.
dibantu total 4.
dengan bantuan
2.
memerlukan bantuan orang lain dan alat 5.
mandiri
3.
memerlukan bantuan orang lain
NIC: Perubahan
Posisi
a. Pantau ketepatan pemasangan traksi
b. Letakkan matras / tempat tidur
terapeutik dengan benar
c. Atur posisi pasien dengan postur
tubuh yang benar
d. Letakkan pada posisi terapeutik (
misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian
tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang
terkena).
e. Dukung latihan ROM aktif.
Dx
6 :
Resiko konstipasi berhubungan dengan
obstruksi usus.
Tujuan : Pasien tidak mengalami
konstipasi.
Kriteria
hasil :
a.
Suhu
tubuh dalam rentang normal
b.
Nadi
dan RR dalam rentang normal
c.
Tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala
: 1. Ekstream 4.
Ringan
2. Berat 5.
Tidak Ada
3.
Sedang
NIC :
Temperature regulation
Intervensi
:
1.
Monitor
suhu minimal tiap 2 jam sekali.
2.
Monitor
TD, N, RR.
3.
Monitor
warna dan suhu kulit.
4.
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
Dx 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d kelainan absorbsi cairan.
NOC : Keseimbangan cairan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama proses keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake & output dalam
batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas
normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas normal
Skala : 1. Tidak pernah menunjukkan 4. Sering menunjukkan
2.Jarang menunjukkan 5. Selalu menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
NIC : Manajemen Cairan
1. Pertahankan intake & output
yang adekuat
2. Monitor status hidrasi (membran mukosa
yang adekuat)
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake & output yang akurat
5. Monitor berat badan
Dx 8 : Keterlambatan tumbang
berhubungan dengan malnutrisi.
NOC : Physical Aging Status
Tujuan : Pasien
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya.
Kriteria
hasil :
a.
Rata-rata berat badan
b.
Cardiat out put
c.
Elastisitas kulit
d.
Kekuatan otot
Skala : 1. Ekstrem 4.
Tingan
2. Berat 5.
Tidak ada
3. Sedang
NIC :
Developmental Enhancement
1.
Bina hubungan saling percaya dengan anak
2.
Demonstrasikan aktivitas yang
meninggkatkan perkembangan anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain
icik-icik)
3.
Bantu anak belajar ketrampilan
4.
Bina kesempatan untuk mendukung latihan
aktivitas motorik/verbal pasien
5.
Berikan reinforcement positif
Dx 9 : Resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
NOC : Integritas Kulit
Tujuan:
Diharapkan integritas kulit pasien baik (lembab, tidak terjadi lesi).
Kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan.
b. Tidak ada luka.
c. Pefusi jaringan baik.
d. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Skala : 1. Tidak pernah menunjukkan 4. Sering menunjukkan
2.Jarang menunjukkan 5.
Selalu menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
NIC : Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian longgar.
2. Jaga kebersiha kulit agar tetep bersih
dan kering.
3. Monitor adanya kemerahan.
4. Oleskan lotion pada daerah yang
tertekan.
5. Monitor aktivitas pasien.
Dx 10 : Konflik
pengambilan keputusan b.d
kurang informasi yang relevan
NOC: Decision
Making
Tujuan:
Diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil:
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Skala: 1. Tidak pernah menunjukkan 4.Sering menunjukkan
2.
Jarang menunjukkan 5.Selalu menunjukkan
3.
Kadang menunjukkan
NIC: Family Support
a. Informasikan kepada keluarga tentang
alternatif pilihan atau solusi
b. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan
dan kerugian alternatif lain
c. Tawarkan informasi konsen
d. Bantu keluarga dalam menjelaskan
keputusannyapada anggota keluarga yang lain, jika diperlikan
e. Berikan dukungan secara penuh
Ø Post
Operasi
Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Pasien tidak
mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima
anak
Kriteria hasil :
a.
Anak
tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b.
Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Skala : 1. Ekstream 4.
Ringan
2. Berat 5. Tidak Ada
3. Sedang
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1.
Kaji
nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2.
Berikan
pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
3.
Berikan analgesia sesuai ketentuan
4.
Cegah adanya gerakan yang mengejutkan
seperti membentur tempat tidur
5.
Ajarkan teknik relaksasi
Dx 12 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
NOC : Knowledge: infection control
Tujuan : Diharapakan infeksi tidak
terjadi (terkontrol)
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Skala : 1. Tidak pernah menunjukkan 4. Sering menunjukkan
2.
Jarang
menunjukkan 5. Selalu menunjukkan
3.
Kadang
menunjukkan
NIC: Infection control
1. Pertahankan teknik isolasi
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
5. Tingkatkan intake nutrisi
Dx 13 : Koping tidak efektif b.d tingkat kontrol persepsi tidak adekuat,
krisis situasional.
NOC:
Family Coping
Tujuan:
Diharapkan koping keluarga
menguat.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam
mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress
(devence mecanism)
Skala : 1. Tidak pernah menunjukkan 3.Sering menunjukkan
2. Jarang menunjukkan 5.
Selalu menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
NIC: Family Support
1. Yakinkan
keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap
kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis
keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan
pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan
keluarga pasien.
Dx 14 : Kurang pengetahuan b.d tidak familiar dengan sumber informasi.
NOC :
Knowledge: Proses Penyakit
Tujuan : Keluarganya
dapat mengerti / lebih paham mengenai
penyakit anaknya dan pengobatannya.
Kriteria Hasil :
a.
Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi
perawatan anak
b.
Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
c.
Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan
anaknya
Skala :
1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 :
Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC
: Pengatahuan Proses Penyakit
1.
Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah /
meningkatkan motivasi pengobatan anaknya.
2.
Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial
budaya pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku
kesehatannya.
3.
Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
4.
Mengikiusertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam
melaksanakan pengobatan/ terapi anaknya.
5.
Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman
keluarga.
Dx 15 : Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria
hasil :
a.
Monitor intensitas kecemasan
b.
Rencanakan strategi koping untuk
mengurangi stress
c.
Gunakan teknik relaksasi untuk
mengurangi kecemasan
d.
Kondisikan lingkungan nyaman
Skala : 1. Tidak
pernah dilakukan 4. Sering dilakukan
2. Jarang dilakukan 5.
Selalu dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
NIC :
Enhancement Family Coping
a.
Sediakan informasi yang sesungguhnya
meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
b.
Tetap damping pasien dan keluarga untuk
menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas keluarga
c.
Instruksikan kepada keluarga untuk
melakukan ternik relaksasi
d.
Bantu keluarga mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan ansietas
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Intususepsi
atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus
berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi
sebaliknya. Intususepsi harus
segera ditangani dengan baik, karena bisa menyebabkan komplikasi perforasi
usus, syok.
B.
Saran
1.
Walaupun
penyebab intususepsi belum diketahui secara pasti diharapakan bagi para
pembacara yang membaca referensi ini dapat menghindari faktor-faktor yang dapat
mendukunng terjadinya intususepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah.1997.Perawatan
Anak Sakit.Jakarta:EGC.
Richard E, Behrman, dkk.1996.Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume 2.Jakarta:EGC.
Sacharin, Rosa.1996.Prinsip Keperawatan
Pediatrik.Jakarta:EGC.
Wilkinson,
Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
Wong, Donna L.2003.Asuhan Keperawatan Pedoman Klinis Keperaatan
Pediatrik.Jakarta:EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar