BAB
I
KONSEP
MEDIS
A.
Pendahuluan
1.
Pengertian
Fraktur
a.
Fraktur
adalah Terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
b.
Fraktur
adalah Patah
tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.(Price and Wilson, 2006).
c.
Fraktur
adalah Terputusnya
kontinuitas tulang dan tulang rawan
(Mansjoer,dkk, 2000)
2.
Penyebab patah tulang (Barbara, 1999)
a.
Fraktur terjadi ketika tekanan yang
menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang, seperti benturan dan
cedera.
b.
Fraktur terjadi karena tulang yang
sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit
kanker atau osteoporosis.
3.
Jenis-jenis fraktur (Smeltzer and Bare, 2003)
a.
Fraktur komplit adalah patah pada
seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b.
Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah
patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c.
Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak
menyebabkan robeknya kulit
d.
Fraktur terbuka (fraktur
komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau mebran
mukosa sampai ke patahan kaki. 1)
Fraktur
terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat
I :
·
Luka < 1 cm
·
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak
ada tanda luka remuk
·
Fraktur sederhana, tranversal, oblik,
atau kominutif ringan
·
Kontaminasi minimal
Derajat II :
·
laserasi
> 1 cm
·
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
flap/avulse
·
Fraktur kominutif sedang
·
Kontaminasi sedang
Derajat III :
·
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang
luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
·
Jaringan lunak yang menutupi fraktur
tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
·
Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur
tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf
perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
e. Sesuai
pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak
bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi menjadi:
1) Greensick,
fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
2) Transversal,
fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik,
fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding transversal).
4) Spiral,
fraktur memuntir seputar batang tulang.
5) Kominutif,
fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6) Depresi,
fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi,
fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik,
fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
Paget, metastasi tulang, tumor).
9) Avulsi,
tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlengkatannya.
10) Epfiseal,
fraktur melalui epifisis
11) Impaksi,
fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
B. Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang
terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan kapsula.
a.
Melalui
kepala femur (capital fraktur)
b.
Hanya
di bawah kepala femur
c.
Melalui
leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a.
Terjadi di luar sendi dan kapsul,
melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah
intertrokhanter.
b.
Terjadi di bagian distal menuju leher
femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
C. Etiologi
Menurut
Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a) cedera
langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan
b) cedera
tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya
jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur
yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang
akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur,
dapat juga terjadi pada keadaan :
a) Tumor
tulang (jinak atau ganas)
b) Infeksi
seperti osteomielitis
c) Rakhitis,
suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara
spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan
dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
E.
Manifestasi
Klinik (Mansjoer,dkk, 2000)
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak,
ditemukan tanda functio laesa, nyeri
tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau
angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur
1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya
dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu
periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis
F.
Komplikasi
(Mansjoer,dkk, 2000)
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok
dan emboli lemak. Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union,
non-union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer
akibat traksi yang berlebihan.
G.
Penatalaksanaan
ü Reduksi
fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
·
Reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
·
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
·
Reduksi terbuka, dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
ü imobilisasi fraktur, mempertahnkan
reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips
atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam
yang dapat berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
ü
Rehabilitasi, mempertahankan dan
mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.
H.
Pemeriksaan
penunjang
1.
X.Ray
2.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3.
Arteriogram : dilakukan bila ada
kerusakan vaskuler.
4.
CCT kalau banyak kerusakan otot.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Keperawatan
1. Data
Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis
kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status perkawinan.
2. Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat
medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat
kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c. Penggunaan
alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3. Pemeriksaan
fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda:
Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan,
nyeri).
b. Sikulasi
Tanda:
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres,
hipovolemia).
Penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala:
hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda:
deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri/ansietas atau trauma
lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala
: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang,
dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah
imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan warna.
Pembengkakan
lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4. Pemeriksaan
diagnostik
a. Pemeriksaan
Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b. Scan
tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung
darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
e. Kreatinin
: trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens ginjal.
f. Profil
koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cedera hati.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan
terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3.
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5.
Kurang pengetahuan tantang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
C.
Intervensi
Keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan
post op frakture meliputi :
1.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan
: nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria
Hasil : Nyeri berkurang atau hilang,
Klien tampak tenang.
Intervensi
dan Implementasi:
a.
Lakukan pendekatan pada klien dan
keluarga
R/
hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b.
Kaji tingkat intensitas dan
frekwensi nyeri
R/
tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c.
Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri
R/
memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d.
Observasi tanda-tanda vital.
R/
untuk mengetahui perkembangan klien
e.
Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian analgesik
R/
merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
2.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan
: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria
Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus., luka bersih tidak lembab
dan tidak kotor, Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi
dan Implementasi
a.
Kaji kulit dan identifikasi pada
tahap perkembangan luka.
R/
mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
b.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
serta jumlah dan tipe cairan luka
R/
mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/
suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
d.
Berikan perawatan luka dengan
tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester
kertas.
R/
tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e.
Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/
agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
f.
Setelah debridement, ganti balutan
sesuai kebutuhan.
R/
balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak
nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g.
Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
R /
antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
3.
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan
: Pasien
akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria
hasil : penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan., mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di
toleransi, dengan karakteristik :
0 : mandiri penuh
1 : memerlukan alat bantu
2 : memerlukan bantuan
dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran
3 : membutuhkan bantuan
dari orang lain dan alat bantu
4 : ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi
dan Implementasi :
a.
Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b.
Tentukan tingkat motivasi pasien
dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.
Ajarkan dan pantau pasien dalam
hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d.
Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.
Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan
: infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria
hasil : Tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital
dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi
dan Implementasi :
a.
Pantau tanda-tanda vital.
R/
mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b.
Lakukan perawatan luka dengan
teknik aseptik
R/
mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c.
Lakukan perawatan terhadap
prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/
untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d.
Jika ditemukan tanda infeksi
kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
e.
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
f.
R/ antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme patogen.
5.
Kurang pengetahuan tantang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan
: pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria
Hasil :
§
Melakukan prosedur yang diperlukan
dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
§
memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi
dan Implementasi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
R/
mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b.
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.
Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.
Minta klien dan keluarga
mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
e.
R/ mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C. B., (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I, EGC: Jakarta.
Doenges,
dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita
Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius: Jakarta
Price
& Wilson, (2006). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume
2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat
R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta
Smeltzer
& Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah.
Volume 3. Edisi 8. EGC: Jakarta
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus